Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Desember 2014

Kita Bisa Karena Terbiasa, dan Kita Terbiasa Berawal Mencoba

      Assalamu’alaikum kawan! Lama sekali tidak menulis :D.. Tapi tidak apa, sekarang saya menulis lagi. Kawan, bencana alam adalah ujian bagi kita, dan terkadang ujian itu sangat dahsyat hingga menelan begitu banyak korban. Seperta di Banjarnegara yang begitu dekat dengan rumahku di Indonesia, Kaget juga mendengar kabar di dunia maya tentang Banjarnegara. Longsor yang sangat dahsyat kawan. Sama juga disini, Thailand Selatan tempatku mengajar, disini sedang terjadi bencana alam pula, BANJIR. Banjir disini adalah banjir pertama kali yang aku alami semasa hidupku. Ketika dirumah  belum pernah sekali pun aku melihat banjir, karena memang dataran agak tinggi. Hehe
       Banjir yang terjadi ini adalah banjir tahunan yang selama tiga tahun tidak terjadi disini. Dan pastinya, ini adalah hal sulit bagiku. Iya pasalnya banjirnya agak tinggi dan aku orang yang tidak pandai dalam berenang, maklum jauh dari sungai, dan aku juga bukan termasuk golongan orang yang senang rekreasi di tempat hiburan semisal kolam renang.
      Iya, banjir disini adalah hal yang biasa bagi semua orang, dan bisa dipastikan semua orangdidaerah tempatku mengajar mereka mahir berenang dan mahir dalam menaiki sampan. Sampan, alat transportasi yang belum pernah aku naiki dari kecil, sulit sepertinya bagiku untuk bisa menaikinya. Pasalnya aku takut untuk mencoba karena takut jatuh dan tidak bisa berenang. Dan aku perhatikan, semua murid asrama disini pandai menaiki sampan, bahkan anak pengasuh sekolah yang masih berumur 8 tahun pun pandai menaiki sampan dan pandai berenang. Merasa terkalahkan oleh anak kecil, aku pun tertantang menaiki sampan meski dengan penuh rasa takut di hatiku. Iya, dan akhirnya apa yang aku bayangkan terjadi, baru saja mencoba naik kedalam sampan, sampan itu terbalik, dan aku pun ‘basah’. Karena ketanggung basah, akhirnya aku teruskan untuk belajar menaiki sampan, setelah melakukan percobaan lebih dari 5 kali, akhirnya aku bisa naik diatas sampan itu. Lalu aku coba untuk mendayungnya, ternyata tidak semudah seperti yang aku bayangkan, ternyata sulit. Niat hati pergi ke barat malah jadi ke selatan, tetapi aku terus mencoba dengan bimbingan kawan pelajar dan akhirnya jreeeeeng aku bisa mendayung sampan itu dan sudah mulai terbiasa untuk menaikinya.
      Dari ceritaku itu kawan, ada hal yang menjadi rahasia umum bagi setiap orang jika ia ingin bisa dalam suatu hal, yakni mencoba dan terus mencoba sehingga bisa dan terbiasa. Dan tentunya dengan adanya bimbingan dari orang yang lebih bisa dalam hal itu, maka akan memudahkan kita dan mempercepat proses mencoba itu. Jika kita analogikan kedalam pembelajaran, maka konsep itu menjadi seperti ini. Ketika kita mengajar, hendaknya kita menyuruh anak kita mencoba hal itu dalam kehidupannya, semisal tentang fiqih. Ketika kita mengajarkan sholat, maka kita suruhlah anak didik kita untuk mempraktikkannya. Dengan ia mempraktikkan sholat, ia akan lebih emahami dan lebih hafal dengan sholat itu. Sederhananya seperti itu. (my opinion) :) 



Jumat, 19 Desember 2014

Umur

Umur

Wah, ternyata lama juga saya ngga blogging, kemaren-kemaren sibuk untuk yang lain. hehe
Kali ini temanya adalah 'umur'. Ada cerita lucu dalam hidup saya berkaitan dengan umur saya, dan ternyata umur saya itu pun jadi bahan 'perkagetan' guru-guru dan murid-murid saya di Thailand ini.
Oke, yang pertama tentang murid saya yang lebih tua dari saya. Ternyata kawan, sistem pembelajaran di sekolah tempatku ngajar ini unik, ada dua lembaga dalam satu lembaga. Yaitu saman akademik dan saman agama, telah saya kupas pada postingan sebelumnya. Gini kawan, saat masuk kelas, trus mengenalkan diri ke anak-anak mereka terkejut dengan umur saya yang baru 18 tahun waktu itu. Bahkan dari mereka ada yang berumur 23 tahun, dan ada yang bilang gini 'ustadz seumur dengan adik saya, kok ustadz sudah di university si dan sudah mengajar', menanggapi itu hanya senyuman saya yang melayang padanya. Itu yang pertama. 
Yang ke dua, para pengajar termasuk pemilik sekolah. Saat penyambutan kami mengenalkan diri di depan guru dan murid-murid. Penyambutan untuk kami, mahasiswa ppl/kkn di Thailand Selatan khususnya di sekolah kami ini terlambat. Bukan terlambat sebenarnya, sebelum kami datang sebenarnya sudah disiapkan penyambutan tetapi karena ada salah komunikasi dengan yang menjemput kami, akhirnya kami sampai di sekolah sudah sore, untuk mengenalkan kami akhirnya dibuatlah acara penyambutan satu minggu setelah kami mengajar. Saat kami mengenalkan diri dan memberitahu umur kami, semua orang kaget, dan bertanya-tanya dalam hati (mungkin). hehe... Kemudian kawan, ini cerita kami dengan pemilik sekolah ini, dia heran dengan kami dan umur kami, baru 18 tahun kok sudah semester 5. Dan ia juga sempat ragu dengan kapasitas kami, dia ragu apakah kami mampu atau tidak dengan umur seperti itu. Tapi kami coba meyakinkan ia bahwa kami mampu meski umur kamui masih muda. 
Lalu ada pertanyaan kecil dari sang pemilik sekolah tentang umur saya, 'kok baru umur 18 sudah semester 5?', dan saya jawab 'sebenarnya umur saya memang 18 tahun, tetapi di ijazah saya, umur saya sudah 19 tahun'. Ia bertanya lagi, 'loh kok bisa?' saya jawab 'bisa, waktu dulu saya di praktum (SD) saya baru usia 4,5 tahun dan guru saya mengubah tanggal lahir saya, saya dituakan Bu'.
Lalu kawan, pertanyaannya sekarang adalah mengapa dari tadi kok saya bicara tentang umur. Begini loh, coba kawan-kawan lihat cerita saya terakhir tentang guru saya yang mengubah ttl saya. Dahulu waktu masih MA saya pernah bertanya mengenai hal ini terhadap guru saya, ia bilang ia mengubahnya karena umur saya secara peraturan pemerintah belum layak masuk SD. Dan bagi saya itu membuat saya bingung, sebenarnya saya lahir itu kapan sih. Tetapi sekarang sudah tidak bingung lagi.

Sekarang kawan, yang mau saya diskusikan adalah tentang peraturan bahwa sekolah harus sudah mencapai batas umur yang ditentukan. Sebenarnya secara psikologi itu memang benar, tetapi ketika anak sudah mampu untuk menerima pembelajaran meskipun umurnya belum mencukupi kenapa tidak (opini saya). Dan mengapa harus ada yang namanya siswa akselerasi, toh itu sama saja dengan anak yang masuk SD belum pada waktunya? Sekian....


sepenggal cerita untuk menuai asa... :) 

Kamis, 20 November 2014

MASAK
Memasak, adalah kegiatanku setiap hari (pagi sore). Dikarenakan makanan Thailand saya tidak suka, mungkin karena terlalu rindu dengan si Mbok saya, jadi makanan Indonesia yang jadi idola.hehe
Memasak, hal yang menyenangkan bagiku, meskipun kadang rasanya weh banget (tidak asin dan kadang asin sekali) tetapi itulah memasak bagiku. Dua minggu sudah aku mengajar di Thailand, masakanku juga sudah mulai enak. Mau coba silahkan diorder saja. wkwkwk

Oh iya, memasak juga serupa dengan mendidik loh, ketika kita mendidik pada dasarnya sama seperti teori memasak. Murid itu beragam seperti bumbu-bumbu dan sayur-sayuran, ada yang pada dasarnya cerdas ada pula yang perlu waktu agar menjadi cerdas. Sedangkan seorang guru adalah tangan koki yang memasak, enak tidaknya masakkan sangat ditentukan oleh koki, dan baik tidaknya seorang murid juga bisa ditentukan dari gurunya. Ketika seorang koki memasak dengan penuh kesungguhan dan ia mencurahkan seluruh kemampuannya untuk membuat masakan yang terkezat, maka kemungkinan besar masakannya itu akan lezat pula. Begitu  pun seorang guru, ketika ia mendidik dengan sepenuh hati dan dengan sepenuh kemampuannya, maka kemungkinan besar murid yang dididiknya akan menjadi pribadi yang berkualitas.

Bismillah, akan aku kerahkan seluruh kemampuanku disini, semoga aku bisa mendidik dengan berkualitas sehingga mapu membuat muridku menjadi murid yang berkualitas juga.

secarik cerita mengajar di Pattani Thailand ... _)

Rabu, 19 November 2014

‘Hari Ini Nano-nano’

Hari ini ada beberapa yang aku dapatkan, hal yang pertama adalah, aku dapat memahami bahwa setiap anak punya masing-masing guru idola, meskipun aku sudah terapkan konsep edutaiment dalam aku mengajar tetapi masih belum cukup membuat semua anak didikku menyukai aku. Oke, segala sesuatu itu membutuhkan proses. Akan aku coba menjadi seorang guru yang menyayangi dan disayangi oleh anak didiknya. Indah dan super sekali hal itu .... semangat >>>

Hal kedua, tentang arti persahabatan. Di Thailand ini aku menangis, bukan karena aku sedih, tapi karena video yang seorang kawan unggah di facebook. Ya, cerita semasa aku sekolah di MAN Purbalingga, video ini sungguh membuatku terharu, dengan theme song lagu dari nidji yang belum aku tahu judulnya. Tapi intinya, Kita penakluk dunia, kita satukan hati, kita punya cita, sahabat. Sejenak memoriku kembali semasa dulu, ada satu cita-citaku yang baru terwujud sekarang ini, aku ingin mengikuti pertukaran pelajar di luar negeri, dan ahirnya aku meraih itu aku mengajar di Pattani Thailand.

Sungguh, kawan, kalianlah sahabat, aku tidak mungkin bisa sampai disini tanpa ada kalian, sahabatku kalian saudaraku... Terimakasih untuk semangatnya hari ini...
Andit Triono




Secarik cerita mengajar di Pattani Thailand_-)

Senin, 17 November 2014

Mendidik itu menyenangkan

Terimakasih murid-muridku. Hari ini banyak pelajaran yang bisa aku ambil. Aku sadari bahwa tidak ada orang yang karakternya sama, meskipun dia utubkembar identik. Individu selalu berbeda. Banyak hal yang bisa membuat perbedaan itu. Ada faktor gen, budaya, tingkat sosial dan juga jenia kelamin.

Disini pun aku temukan. Budaya kita berbeda wahai muridku. Inilah tugasku sebagai seorang pendidik, mendidik kamu-kamu yang berheda-beda itu menjadi insan yang cerdas dan berkarakter.

Hari ini walaupun letih tapi aku bahagia, tersenyumlah muridku. Senyummu adalah kebanggaan bagi diriku.

Secerca cerita mengajar di Thailand _:-)

Sabtu, 15 November 2014

Cerita Bersama Pengaasuh Pondok yang Berpendidikan Tinggi

Hal yang sangat menarik hari ini, berbincang lama dengan pengasuh pondok, Ibu pengasas. Beliau adalah pendiri pondok dan sekolah tempatku praktik mengajar di Thailand. Beliau lulusan Algeria, pandai bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Prancis dan juga bahasa Melayu. Timbul dalam pemikiranku, kalau nanti saya itu ingin memiliki seorang istri yang berpendidikan tinggi pula (biar mudah kalau nantinya mendirikan lembaga pendidikan pesantren dan umum). Hehe


Bukan hanya pandai dalam mengatur lembaganya, beliau juga seorang yang kritis, cerdas dan berdedikasi tinggi. Inilah yang seharusnya ada dala diri setiap pendidik Indoesia, begitu pun diriku. Kekagumanku hari ini semoga akan membawa berkah bagiku dan calon istriku nanti. Semoga suatu saat nanti impianku untuk memiliki sebuah lembaga pendidikan bisa terwujud. Aamiin...

Kamis, 13 November 2014

SISTEM PENDIDIKAN DI TEMPAT MENGAJAR (THAILAND)
Genap satu minggu perjalanku mengajar di Sangtham Pattani school. Sebuah sekolah yang didalamnya juga ada pondoknya. Pertama kali aku disini sedikit canggung, karena fikirku akan sulit bagiku untuk beradaptasi dengan sistem sekolah dan pondok disini. Sitem pendidikan disini berbeda dengan sistem pendidikan waktu saya sekolah di Indonesia. Sistem pendidikan disini menerapkan sistem full days shool (anak belajar dari pagi sampai sore bahkan malam bagi pelajar pondok). Uniknya disini masih memisahkan pendidikan agama dengan pendidikan akademik. Pendidikan agama diberikan pagi sampai siang hari, yaitu pukul 8 pagi sampai pukul 12 siang, sedangkan pendidikan akademik diberikan pada waktu siang sampai sore, yaitu pukul 12.30 siang sampai pukul 4 sore. Namun ada juga sekolah yang sudah mulai merubah sistemnya, tetapi hanya dibalik saja pendidikan agama menjadi sore hari dan pendidikan akademik menjadi pagi hari sama dengan pendidikan di Indonesia zaman dahulu. Zaman Bapak dan Ibu saya tercinta sistem pendidikan di Indonesia sama dengan sistem pendidikan di Pattani Thailand ini.
Jika kita lihat, orientasi pendidikan disini adalah dunia dan agama dan di sekolah tempatku praktik mengajar ini lebih menitik beratkan terhadap pendidikan agama sebagai pendidikan asasi. Mereka pun tidak hanya mengejar akhirat saja dengan hanya menekankan pendidikan agama saja tetapi juga mereka menekankan kepada pendidikan duniawinya yaitu dengan adanya pendidikan akademik, meskipun ada juga pondok disini yang hanya mengkaji masalah agama tanpa adanya pendidikan akademik. Menurutku sih, sistem pendidikan semacam itu ada baik dan buruknya. Baik ketika dikelola dengan baik, dan buruk jika tidak bisa mengelola dengan baik. So guys, bagi yang ingin punya lembaga pendidikan bisa menganalisa gambaran pedidika di Pattani ini dan menjadikannya seagai perbandingan. Terimakasih ... J

Sepenggal cerita mengajar di Pattani Thailand :_)

Kamis, 06 November 2014

My First Experience

My first experience to go abroad. And now i'm in Pattani Thailand. Here I've to teach in Sengtham. . . :)
I remember that i wanna be a great teacher, but to realize it i need to strugle. I've to do the best here...



Mendidik adalah sebuah seni, so siapkah kita berkarya wahai para pendidik?